Oleh: Alna Livia Fanneza
Kelas: XI IPA 5
Siapa yang tidak
mengenal Ma’am Sasa, Guru Bahasa Inggris yang telah mencetak generasi-generasi
penerus yang berprestasi. Ma’am Sasa yang memiliki nama lengkap Dra. Sarina
Saragih ini berasal dari Deli Derdang, Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Beliau lahir
di Pematang Siantar, 25 Juli 1955. Beliau merupakan kakak tertua bagi
kesembilan adiknya. Beliau terlahir di keluarga yang berpendidikan militer maka
jangan heran apabila beliau bertindak tegas karena sebenarnya dari keluarga
kecilnya beliau sudah terbiasa untuk hidup disiplin dan sesuai aturan. Kini, Beliau
tinggal bersama suami tercintanya yang bernama Dahlan Sitompul bersama ketiga
buah hatinya yang masing-masing bernama Kristiana Rilando Sitompul yang saat
ini berusia 29 tahun, Lidwina Sugihartati Sitompul yang berusia 27 tahun dan si
bungsu yang bernama Agatha Marline yang kini berusia 22 tahun. Dan ketiga
pelita nya ini merupakan alumni berhasil dari SMANDA, Sekolah yang kita cintai
ini.
Untuk menjadi seorang guru yang berhasil, Ma’am Sasa
pertama kali mengawali karir pendidikannya di Sekolah Rakyat Tebing Tinggi dan lulus
pada tahun 1964. Kemudian, beliau kembali meneruskan Sekolah Kepandaian Puteri
Negeri Tebing Tinggi dan lulus pada 1970. Selama beliau bersekolah di Sekolah
Kepandaian Puteri ini beliau sangat tertarik dengan kegiatan yang bergelut
dengan jarum-benang. Beliau sangat suka merancang busana, menjahit, menyulam,
merenda juga membaca buku. Namun menyadari tanggung jawab orang tuanya tidak
semata-mata terfokus padanya melainkan dengan adik-adiknya juga, maka dari itu Beliau
memutuskan meneruskan pendidikannya di Sekolah Pendidikan Guru di Tebing
Tinggi. Simpulnya, menjadi guru bukanlah minat awal seorang Ma’am Sasa. Namun
waktu berlalu, beliau mulai mantap dengan tujuan yang sebenarnya bukan niat
awalnya. Mengajar seakan sudah menjadi bagian dari dirinya. Ia menikmati
saat-saatnya mengajar dan ia tahu bahwa untuk mengajarlah ia terlahir. Saat
lulus dari SPG Tebing Tinggi pada tahun 1973, beliau memantapkan dirinya untuk
melanjutkan pendidikannya ke IKIP Medan. Awalnya, ia bingung dengan jurusan
yang harus ia pilih. Sejujurnya, ia nyaman mengajar apa saja karena mengajar
adalah jiwanya. Namun, ia tidak sama sekali berkeinginan menjadi guru Bimbingan
Konseling. Otak cemerlang Ma’am Sasa pun berpikir keras, ia berpikir bagaimana
buta nya masyarakat tentang Bahasa Inggris saat itu dan ia menyadari bahwa
suatu saat nanti Bahasa Inggris akan bergabung dengan arus globalisasi dan akhirnya
menjadi bahasa internasional yang seluruh lapisan masyarakat perlu
mempelajarinya. Maka, tanpa bla-bli-blu, ia memilih jurusan Bahasa Inggris.
Dalam waktu 5 tahun, beliau menyelesaikan pendidikannya di IKIP Medan dan lulus
pada tahun 1978. Dan tahun selanjutnya, yaitu tahun 1979, ia ditempatkan di
Bandar Lampung dan disinilah ia mengawali karir mengajarnya yang sebenarnya. Di
tahun yang sama, ia pun ditempatkan di SMAN 2 Bandar Lampung. Selain mengajar
di SMAN 2 Bandar Lampung, ia sempat mengajar kursus Bahasa Inggris, menjadi
guru di SMAN 3, di Sekolah Taman Siswa, PGRI 2, dan tak terhitung lagi dimana
ia sudah membagi ilmunya kepada benih-benih penerus bangsa. Dia juga pernah
menjadi Dosen Bahasa Inggris di STKIP Bandar Lampung. Orang yang sangat
mengabdi pada pekerjaannya seperti Ma’am Sasa memiliki motto untuk selalu maju
dalam hidupnya. Ia selalu berkukuh bahwa peluh seseorang yang senantiasa
bekerja keras akan terbayar dengan hasil yang memuaskan. Untuk seseorang yang
bekerja keras bagi karirnya selalu berkata bahwa,“Kebahagiaan selalu terlahir dari kerja keras seseorang.” Maka dari
itu beliau tak pernah lelah, tak pernah letih, tak pernah hilang semangat dalam
bekerja keras, apalagi mengajar, karena dengan mengajar ia mendapatkan
kebahagiaannya tersendiri.